Pendakian Gunung Merbabu – Tahun 2025 membawa kejutan bagi para pendaki yang ingin menjajal keindahan Gunung Merbabu lewat jalur Thekelan. Kabar panasnya, harga tiket pendakian resmi mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dari yang sebelumnya berkisar di angka Rp15.000 hingga Rp25.000, kini harga tiket naik menjadi Rp35.000 untuk wisatawan lokal, dan bisa mencapai Rp100.000 lebih untuk wisatawan asing! Angka ini belum termasuk biaya tambahan seperti parkir kendaraan, sewa guide, atau logistik lain.
Kenaikan harga ini menuai pro dan kontra. Bagi sebagian pendaki, lonjakan tarif ini di anggap tidak sebanding dengan fasilitas yang di sediakan. Jalur Thekelan memang di kenal lebih sepi di bandingkan jalur Selo bonus new member, tetapi justru karena itu ia menjadi favorit bagi pencinta ketenangan dan suasana hutan yang lebih alami. Namun, jika harga terus naik tanpa adanya peningkatan pelayanan dan pengelolaan, akankah para pendaki tetap memilih jalur ini?
Kenapa Harus Thekelan? Detail Jalur yang Jarang Disorot
Jalur Thekelan menyuguhkan panorama yang memikat sejak awal pendakian. Dari pos registrasi di Desa Thekelan, suasana khas pedesaan dengan hawa dingin langsung menyambutmu. Lintasan hutan lebat, kabut tipis yang menggantung, dan suara burung liar menciptakan nuansa magis yang nggak akan kamu temukan di jalur lain.
Pos demi pos seperti Pos Pending, Pos Pereng Putih, hingga Watu Tulis menyajikan pengalaman berbeda. Jalur ini lebih natural, minim rekayasa jalur beton seperti di beberapa jalur populer lainnya. Tapi, justru itu yang jadi daya tariknya. Thekelan mempertahankan esensi “mendaki yang sebenarnya”. Tapi dengan kenaikan harga tiket, apakah jalur ini masih bisa di bilang ‘ramah pendaki’?
Apakah Kenaikan Harga Setimpal? Realita di Lapangan
Masalah klasik tetap jadi sorotan: sampah di jalur, kurangnya fasilitas umum yang layak, dan informasi rute yang terbatas. Pendaki sering kali harus mengandalkan komunitas atau pengalaman pribadi. Jika harga tiket naik, maka ekspektasi otomatis ikut naik. Tapi realitanya, fasilitas yang di tawarkan belum tentu mengikuti.
Para pendaki yang sudah terbiasa dengan biaya murah bisa saja merasa ‘diperas’ oleh sistem baru ini. Apalagi buat para pendaki pemula atau pelajar yang mengandalkan bujet pas-pasan. Kenaikan harga tanpa transparansi penggunaan dana bisa menjadi bumerang bagi pengelola.
Baca juga: https://midwayplywood.com/
Gunung bukan tempat wisata biasa. Ia adalah tempat yang harus dijaga dengan sepenuh hati, bukan dikomersialisasi tanpa kontrol. Jadi, pertanyaannya sekarang: kamu siap bayar lebih mahal untuk pengalaman yang belum tentu lebih baik? Atau akan beralih ke jalur lain yang lebih murah dan tetap menantang?